Diberdayakan oleh Blogger.

Web Site Hit Counter

RSS

Cerpen beserta tokoh, latar, pesan pengarang, kaitan dengan sehari-hari


Bunga itu untuk Kamu


         Hatiku ciut. Ibu nurma memanggil namaku dan memberiku aba-aba untuk maju ke depan kelas. Keringat dingin membasahi tubuhku. Perasaanku tidak menentu. Aku takut sekali dengan hukuman. Oleh karena itu aku selalu berusaha untuk tidak melanggar peraturan apa pun.

         Tapi kini, di hari razia ini, Ibu Nurma telah menemukan sepucuk surat dan setangkai bunga plastik berwarna ungu di dalam tasku. Bunga itu indah sekali. Aku suka, tapi aku tidak menyangka bahwa bunga itu berasal dari tasku.

         Tubuhku menggigil. Aku melangkah ke depan dengan tatapan yang tak percaya. Akupun bertanya-tanya dalam hati siapakah yang telah tega mempermainkan aku. Ingin sekali menangis dan berteriak dan mengatakan bahwa aku tidak tahu. Tapi buat apa aku mengelak. Tak ada gunanya.

         “Baca surat ini” perintah Ibu Nurma. Aku mengambil surat berwarna ungu itu. Teman-temanku bersorak riuh sekali. Aku mulai membaca surat berkertas harum itu dengan diiringi sorakan dari teman-teman. Aku mulai membaca surat bekertas harum itu dengan diiringi sorakan dari teman-teman. “Tidak ada yang bersuara  selagi Uti membacakan surat ini. Bila ada yang tertawa atau bersuara, maka dia akan menemani uti menjalani hukumannya kelak”. Kata-kata Ibu Nurma cukup membuat semua temanku terdiam menjadi patung. Mereka menanti aku melanjutkan membaca isi surat tersebut. Suaraku bergetar.

         “Uti yang cantik, berminggu-minggu aku memikirkan apa yang bisa aku berikan kepadamu. Aku tak mengerti apa yang kamu suka. Aku bingung sekali. Tapi rasa sayangku padamu menuntunku untuk membuat setangkai bunga ini. Uti yang pintar, terimalah persembahan ini dengan hati senang. Senyummu kutunggu saat kau menatap bunga ini. Terima kasih, Uti yang lembut hati. Aku sayang kamu”

         Sungguh aku tak tahu siapa yang telah memberiku bunga nan cantik itu. Pada akhirnya Ibu Nurma percaya bahwa aku benar-benar tidak tahu siapa pengirim bunga itu. Akhirnya aku tidak dihukum. Hari itu semua teman-temanku pun ribut dan penasaran siapa pemberi misterius itu.

Pada saat istirahat, Anggi menghampiriku. “Uti, aku minta maaf,” kata Anggi dengan nada bergetar.“Maaf untuk apa?” tanyaku heran. Anggi adalah temanku yang tak banyak bicara.“Surat itu dari aku,” kata Anggi singkat. Aku tentu saja kaget.“Kamu?”“Ya, bunga itu untuk kamu,” kata Anggi dengan nada takut.“Kenapa kamu tidak bilang waktu itu?” tanyaku.“Aku ketakutan sekali. Maafin aku,” kata Anggi memohon.“Kok kamu sembunyi-sembunyi?” tanyaku penasaran.“Aku takut kamu tidak suka dengan bunganya. Kata kakakku, aku tidak berbakat membuat bunga. Jadi aku tidak ingin melihat rona penolakan di wajahmu,” terang Anggi.“Bunga itu cantik sekali. Aku suka kok. Kamu mempunyai bakat yang besar dalam merangkai bunga. Percaya deh,” kataku jujur.“Benarkah?”“Yakinlah. Aku letakkan bunga itu di ruang tamu. Mama dan papaku suka juga dengan bunga itu. Ayo, ke rumahku. Biar mamaku tahu siapa pembuat bunga ungu nan indah itu,” ajakku.“Uti, kamu memang teman yang paling baik. Kamulah orang pertama yang menghargai karyaku. Terima kasih ya,” kata Anggi bergetar. Air matanya mengalir di pipinya yang ranum.“Sama-sama, Anggi.”



















Tokoh dan wataknya

Uti             : Mudah panik, karena saat dipanggil oleh Ibu Nurma langsung takut      akan dihukum.
Baik, karena dia menghargai bunga hasil buatan Anggi.

Ibu Nurma : Tegas, karena saat Uti membaca surat murid yang lain tidak boleh bersuara dan yang bersuara akan mendapatkan hukuman.

Anggi          : Tidak percaya diri, karea saat memberikan bunga kepada Uti, dia berpikir bahwa Uti tidak akan menyukainya.
                 
Tokoh favorit saya adalah Anggi, karena walaupun awalnya dia
takut untuk mengungkapkan perasaannya. Tetapi akhirnya dia
berani juga untuk mengaku kepada Uti.






Latar waktu dan tempat


Waktu       : Pada saat waktu pembelajaran
                    Pada saat istirahat

Tempat      : Di ruangan kelas
                    Di lingkungan sekolah



Pesan Pengarang

Meskipun cerpen ini termasuk dalam cerpen yang simple,
tetapi kita tetap bisa mengambil beberapa pesan.

1. Jangan mudah panik saat hal guru memanggil, karena kita tidak tahu apakah kita akan mendapatkan hukuman atau tidak.
2. Hargailah karya seseorang walaupun hasilnya tidak terlalu bagus.
3. Jangan pernah takut untuk mengungkapkan perasaan kepada seseorang




Kaitan dengan kegiatan sehari-hari

Kaitannya dengan kegiatan sehari-hari adalah saat kita dipanggil ke depan oleh guru jangan panik. Saat ada yang berbicara di depan kita harus menghargai, karena jika tidak kita bisa mendapatkan hukuman. Jika diberi sesuatu oleh seseorang, kita harus menghargainya. Kita juga tidak boleh takut saat mengungkapkan perasaan kepada seseorang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar